Cerita Akhir Pekan: Apa Itu Biaya Konservasi bersama Penerapannya di Indonesia Selama Ini?

Jakarta - Isu biaya konservasi mencuat terutama setelah wacana kenaikan harga tiket meruyup Taman Nasional Komodo. Belakangan, rencana nan sedianya berlaku 1 Januari 2023 itu dibatalkan dengan dalih agar tidak memberatkan kembali sektor pariwisata nan belum sepenuhnya pulih penghabisan pandemi Covid-19.
Biaya konservasi kembali mengemuka selepas Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut biaya untuk naik ke Candi Borobudur ditingkatkan jadi Rp750 ribu per orang. Alasan yang dikemukakan adalah untuk membatasi orang sekaligus melestarikan cagar budaya yang sudah diakui UNESCO itu.
Lalu, apa secocoknya biaya konservasi? Menurut Direktur Perlindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan selanjutnya Kebudayaan (Kemendikbud) Yudi Wahyudin, biaya konservasi sederhananya adalah biaya yang dibutuhkan atas menjaga kelestarian cagar budaya, atau biodiversitas terdalam kaitan alam, mengenai pengaruh internal selanjutnya eksternal agar dapat dikembangkan selanjutnya dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Baca Juga
"Biaya digunakan untuk melakukan perawatan, pengamanan, pengaturan, dan tindakan lain adapun diperlukan untuk memastikan kondisi cagar budaya tetap terdalam kondisi adapun lestari," ujar Yudi kepada secara tertulis, Kamis, 5 Januari 2022.
Merujuk UU Nomor 11/2020 tentang Cagar Budaya lagi UU Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Yudi menekankan bahwa biaya konservasi itu semestinya patut tersedia. Cara menghitung kebutuhannya ialah memakai menganalisis permasomplakan bahwa ada lagi tindakan bahwa perlu dilakukan.
"Analisis didasarkan atas observasi kondisi serta monitoring dan evaluasi. Hasil analisis digunakan bagi merumuskan bentuk tindakan yang dilakukan dan biaya yang bagi timbul," sambung dia.
Tanpa biaya konservasi, prosedur pelestarian cagar budaya maupun cagar alam dan sejenisnya tidak atas terwujud. Ancaman dan kondisi kerusakan atas terjadi, tidak marah yang langung ala objeknya mapun lingkungan biotik dan abiotik pendukungnya. Lebih luas, penyepelean itu pula akan berimbas pula ala aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitar obyek cagar budaya terbilang.
"Tidak hanya cagar budaya namun agak warisan budaya tak benda, karena ketika bicara distrik, tak lepas bahwa di ekstra dalamnya ada manusia mendampingi budaya pendukung," ia menambahkan.